Periksa Niat

Tulisan ini aku buat untuk menanggapai tulisan pertama temanku Muhammad Zhofir di blog pribadinya baca di sini yang membahas tentang niat seseorang melakukan sebuah kebaikan. Aku merasa tergugah lagi dengan hadist pertama arba'in nawawi itu yang menerangkan tentang hakikat niat. Aku yakin hadist itu tidak terlalu sulit untuk dipahami maknanya oleh siapapun muslim yang membaca arti harfiahnya. Namun, lagi-lagi hal-hal yang mudah dimengerti memang kadang tidak mudah untuk dilakukan dalam kehidupan kita yang sebenarnya baik sebagai manusia, pekerja, siswa, santri, ataupun seorang ibu rumah tangga sekalipun.

Sekitar 6 tahun lamanya aku mengenal hadist (Diwajibkan sama sekolahku sih buat ngafalinnya bukan kemaan pribadi) dan insyaallah sudah selama itu pulalah aku mengerti apa yang dimaksud oleh hadist tersebut. Tapi apakah selama waktu 6 tahun itu aku sudah melaksanakannya? mungkin sudah mungkin juga belum. Aku tersadar dan kembali tersadar tapi memang bebalnya kita adalah setelah tersadar kesekian kalinya maka kita juga terlena kesekian kalinya pula.

Hadist itu kembali mengiang di pikiranku dan menimbulkan pertanyaan apakah aku sudah? apakah aku sudah? tapi tentu saja jawabnnya sudah tapi ya gitu.... nah ya gitunya ini lho yang patut dipertanyakan. Apakah semua yang kita lakukan sudah lillah atau li..li.. yang lainnya? apakah kita mau jadi orang yang merugi yaitu ketika di padang mahsyar kita datang dengan dua gunung amalan yang mendampingi kita namun seketika dua gunung itu lenyap seakan tidak pernah ada karena kita salah niat?

Aku sendiri mungkin mengalami apa yang dikatakan hadist itu yaitu seseorang beramala akan sesuai dengan niatnya. Aku dulu belajar karena berniat untuk masuk SMA pilihan dan biidznillah aku mendapatkannya. Sekarang aku bimbang apakah proses belajarku 3 tahun di SMP mendapat pahala atau tidak ya kalo aku niatin untuk masuk SMA?. apakah 3 tahun itu sia-sia setelah aku mendapatkan apa yang aku niatkan? Wallahua'lam. Namun tentu saja aku masih berharap jerih payahku masih dinilai ibadah oleh Allah sebagai pemberat timbanganku kelak. Amin

Dalam melakukan kebaikan (dalam kasusku adalah belajar) memang kita sebagai manusia yang masih bermaqom biasa-biasa memerlukan suatu motivasi untuk melakukannya. Motivasi ini terdiri dari dua hal yakni rasa senang dan rasa takut. Dalam kasusku aku belajar giat 3 tahun adalah motivasi rasa senang sekaligus rasa takut. Rasa senang yang kumaksud adalah perasaan senang yang kudapat jika aku berhasil meraih mimpiku tersebut dan ketakutan yang aku takutkan adalah kegagalan dalam meraih cita-cita itu. 

Sebagaimana hal orang yang diceritakan saudara Zhofir di tulisannya yang menghafalkan Al-Qur'an untuk mendapatkan pasangan hidup yang hafal Al-Qur'an. Mereka menghafal karena motivasi rasa senang ketika berhasil memepersunting atau dipersunting oleh orang yang didambakannya. Hal ini memang berbahaya bagi orang yang mempunyai niat tersebut dan orang yang menjadi target niat tersebut. 

aku memang setuju dengan logika Zhofir tentang keadilan yang diungkapkannya namun perlu kita semua garis bawahi bahwasanya itu adalah logika kita sebagi manusia yang tentu saja tidak bisa 100% kebenarannya. Allah memiliki cara-Nya sendiri dalam menentukan takdir hamba-hamba-Nya dan tugas kita hanyalah berusaha sebaik mungkin dan selalu meminta perlindungan Allah hingga kita semua dimasukkan ke dalam surga-Nya. Artinya, sangat mungkin bahwa niat untuk mendapatkan sesorang itu terpenuhi sehingga kita sebagai manusaia harus selalu berusaha untuk mensyukuri setiap ketetapan-Nya dengan memanfaatkan setiap kondisi yang kita terima untuk menebar kebaikan sebanyak-banyaknya.

Kembali pada kasusku tentag niatku belajar. Alhamdulillah sekarang aku merasakan nikmatnya belajar. Aku merasa belajar itu nggak ada ruginya meskipun dalam prosesnya kadang menjengkelkan, memuakkan, memusingkan dan sanagt berat untuk dilalui. Hal ini juga berlaku jika seseorang berhasil merasakan nikmatnya amal sebagaiman yang saudara Zhofir kemukakan juga di tulisannya. Nikmatnya mala adalah perasaan nikmat atau enak yang kita terima ketika kita melakukan sebuah amalan yang dalam kasusku adalah belajar.

Nah, jika kita sudah merasa nikmat dengan amalan maka kita sudah tidak perlu lagi embel-embel motivasi yang aneh-aneh dan tidak berfaedah. Toh kita sudah punya motivasi yaitu mendapatkan kenikmatan karena malan itu sendiri bukan karena mendapatkan sesuatu hal lain karena suatu amalan. Aku mendefinisikan kalo kita sudah merasakan nikmat melakukan suatu perbuatan maka di situlah kita sudah dikatakan ikhlas dalam beramal. Indah kan? kita beramal saleh merasakan nikmat dan amalan kita pasti diterima oleh Allah karena keikhlasan kita.

Coba banyangkan jika kita tidak ikhlas melakukan suatu perbuatan apakah nikmat rasanya? tentu saja tidak sama sekali bahkan buat panas hati. Parahnya lagi sudah panas hati tidak pula mendapat kompensasi (baca: pahala) yang ujung-ujungnya kita merugi baik duniawi maupun ukhrawi. Oleh karena itu marilah kita mumpung masih nunggu jadwal kuliah (berhubung aku maba sih he..he..he..) ayo kita cek lagi niat kita apakah niat kuliah kita sudah bener? gimana ngeceknya? gampang situ muslim kan? ya cocokin saja dengan Alqur'an dan Sunnah nabi apakah bertentangan? kalo masih bingung cukup tanyakan hati urani apakah niatku sesuai dengan perintah Allah kepadaku untuk menjadi khalifatu fil ardhi? insyaallah kalo kita mau jujur kita akan menemukan jawabannya sendiri karena sebenarnya setiap manusia itu dilahirkan dalam keadaan suci.

Wallahu a'lam bi showwab. Semoga bermanfaat~

Posting Komentar

Start typing and press Enter to search