Malam ini adalah malam pertama bulan Ramadhan 1437 H dan juga malam pertama bulan puasa yang aku jalani di rumah setelah 6 tahun lamanya memulai puasa selalu di tanah perantauan. Selepas sholat isya', seorang perwakilan dari masjid tempat aku dan abiku sholat berjamaah menaiki mimbar kemudian menyampaikan dua hal. Pertama, tentang penetapan satu Ramadhan dan yang kedua tentang kegiatan yang dilakukan pihak masjid. Namun kali ini aku ingin mengulas yang poin pertama saja yakni tentang penetapan 1 Ramadhan.
Sebagai warga negara Indonesia yang tinggal di Indonesia sudah bukan barang yang aneh lagi jika umat Islam melaksanakan ibadah "wajib" puasa ramadhan dengan awal dan akhir yang berbeda-beda. Bahkan, saudara kita yang mengikuti sebuah tarekat tertentu sudah memulai puasa pada hari ini hari Jumat 26 Mei 2017. Namun, setiap permasalahan tentunya ada permasalahan yang paling besarnya. Dalam konteks ini tidak lain dan tidak bukan adalah perbedaan antara dua ormas islam terbesar di negeri ini.
Cara yang digunakan oleh salah satu pihak adalah berpegangan dengan landasan adanya hilal, yakni keadaan dimana bulan berada diatas ufuk yang menandakan telah berakhirnya bulan Sya'ban. Apabila bulan Sya'ban telah berakhir maka bulan apa lagi stelahnya kalo bukan bulan Ramadhan. Beliau mengatakan apabila bulan tidak sampai 3 derajat maka meskipun manusia menggunakan alat secanggih-canggihnya sampai melotot melok-melok kata orang jawa, bulan akan tetap tidak terlihat.
Hal itu juga sama dengan keadaan pada hari ini dimana menurut perhitungan bulan telah mencapai kurang lebi tujuh derajat yang berarti bulan akan bisa dilihat meski tanpa menggunakan alat sekalipun. Namun, bulan tetap tidak akan bisa dilihat jika cuaca mendung, berawan dan tidak mendukung. Mau dipelototi sampai mata keluarpun nggak bakalan keliatah tuh bulan. Jadi, ormas yang satu ini tetap menggunakan perhitungan hisab untuk menentukan awal puasa yang jatuh pada besok, hari Sabtu 27 April 2017.
Sang penceramah menekankan untuk TIDAK mempermasalahkan perbedaan tersebut tetapi mengajak para jamaah untuk lebih memfokuskan pikiran dalam bertaqorrub kepada Allah daripada menghabiskan energi untuk perdebatan yang tidak ada ujunganya. Beliau juga menekankan kepada para jamaah untuk tidak terlalu memusingkan tentang hukum suatu amalan apakah sunnah atau wajib untuk dikerjakan melainkan fokus untuk berusaha melaksanakan amalan tersebut dengan sebaik-baiknya apalgi sekarang adalah bulan ramadhan dimana amalan sunnah mendapat pahala amalan wajib dan amalan wajib mendapat pahala yang berlipat-lipat lebi besar.
Posting Komentar