Sayangnya belum. Kita bisa melihat bagaimana masih ada saja perseteruan antar kelompok Islam karena perbedaan pendapat dan cara memandang sesuatu. Lalu apakah lantas kita berdiam diri saja dan menerima keadaan begitu saja? Tentu saja tidak bukan? Terus bagaimana bentuk ikhtiar kita untuk ikut andil menyelesaikan permasalahan ini?
Nabi junjungan kita, Nabi Muhammad merupakan suri tauladan terbaik yang pernah ada. Kebenaran tentang hal ini tentu saja mutlak mengingat di dalam Al-Qur'an juga menjelaskan tentang keteladana Nabi Muhammad dan kita telah diperintahkan untuk meneladaninya. Jika kita melihat sejarah perkembangan Islam pada saat nabi masih hidup maka sudah sejak dulu yang namanya kaum munafik dan fasik itu ada. Bahkan kita semua tau pemimpin para orang-orang munafik yang bernama Abdullah bin Ubay bin Salul itu masa hidupnya bersamaan dengan Rasulullah bahkan satu kota dengan beliau yakni Madinah. Lantas bagaiaman akhlak Rasul terhadap orang-orang munafik ini?
Akhlak Rasul sungguh istimewa dan layak diteladani oleh seluruh umat manusia agar kehidupan di dunia ini tentram, damai dan penuh kasih sayang tanpa permusuhan apalahi pertumpahan darah. Walaupun Rasul mengetahui siapa saja orang yang munafik beliau tidak serta merta menuduh (menunjuk) bahwa si A munafik si B munafik padahal beliau memiliki ilmu dari Allah untuk mengetahui mana yang munafik mana yang mukmin sejati. Hal ini tentu saja sangat berbeda dengan jaman now kan? di mana antar satu muslim dengan muslim lainnya saling menuduh (mereka dan kita tidak memiliki ilmu Rasulullah) bahwa si A munafik, si B fasik dan si C kafir. Naudzubillah min dzalik.
Menurut sebuah riwayat, ilmu Rasul untuk mengetahui kemunafikan seseorang hanya diberikan kepada Hudzaifah bin Yaman dan beliau berpesan untuk tidak disebar luaskan melainkan hanya untuk Hudzaifah seorang - (lah kalo rahasia kok kita bisa tau ya?) - saya masih belum tau kenapa kok dirahasiakan. Namun menurut hemat saya ilmu ini dirahasiakan karena jika banyak orang yang bisa mengetahui secara hampir pasti (90% akurat - ilmu Rasul bro pasti sesuai lah) tentang kemunafikan sesorang ditakutkan akan terjadi saling tuduh menuduh dan Rasul tidak menghendaki hal tersebut.
Ada suatu kisah ketika Abdullah bin Ubay meninggal dunia anaknya mendatangi rasulullah meminta kesediaan beliau untuk takziyah dan menyolati jenazah ayahnya. Rasulullah pun menyanggupinya dan berangkat bersama anak tersebut ke rumah Abdullah bin Ubat untuk menyolati jenazahnya meskipun bilau mengetahui bahwa Abdullah bin Ubay merupakan seorang tokoh orang-orang munafik.
Di tengah-tengah perjalanan turun lah surat At-Taubah ayat 84 yang artinya
Mendapat wahyu tersebut Rasulullah tidak serat merta balik kana kembali ke rumah beliau namun tetap melanjutkan perjalanan menuju kediaman Abdullah bin Ubay.
Sesampainya beliau di sana beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukan sholat jenazah sedangkan Rasulullah memohon izin ada urusan yang lain. Inilah hebatnya rasulullah menurut saya. Walaupun beliau tau bahwa mnyolati orang munafik itu dilarang dan beliau juga tau bahwa Abdullah bin Ubay itu merupakan tokoh munafik beliau tidak serta merta memerintahkan para sahabat untuk bubar dari takziah dan meninggalkan jenazah Abdullah bin ubay begitu saja.
Beliau memerintahkan para sahabat (yang belum tau akan adanya wahyu yang melarang) untuk menyolati sedangkan beliau tidak karena sudah tau akan adanya larangan menganai hal itu (menyolati orang munafik) dan beliau pergi tidak ikut menyolati. Setelah kejadian ini maka jika dalam sholat jenazah tidak dijumpai Rasulullah di dalamnya maka dapat dipastikan orang yang sedang disholati itu merupkan orang munafik.
-(Disini saya kagm sekaligus bingung. Kagum atas bijaknya rasul dalam menjaga perasaan keluarga yang sedang berkabung dan bingung tentang apakah kita boleh memerntahkan orang lain melakukan larangan Allah meski kita mengetahui. Tapi karena Rasul yang melakukan maka saya percaya kalo itu diperbolehkan namun tentu saja dalam situasi dan kondisi tertentu dan saya perlu mendapat penjelasan lebih soal ini)-
Kebiasaan ini (tidak menuduh orang munafik, fasik dan kafir) terus berlanjut hingga zaman kekhalifahan Umar bin Khattab. Kita semua mengatahui bagaiaman zuhudnya Umar ketika menjabat sebagai amirul mu'minin. Beliau juga selalu menekankan akan pentingnya mawas diri atau koreksi diri. Bahkan seorang mujahid sekaliber Umar bin Khattab tidak percaya diri apakah dia munafik atau bukan. Seorang Umar saja masih sering bertanay kepada dirinya sendiri "Jangan jangan saya termasuk orang munafik" dan untuk menjwab kegelisahannya beliau mendatangi Hudzaifah bin Yaman untuk berkonsultasi apakan dia termasuk orang yang munafik atau bukan. Hudzaifah dengan ilmu yang diberikan rasul kepadanya menjawab bahwa Umar merupakan mu'min sejati dan tidak terlihat ciri kemunafikan di dalam dirinya. Umar pun setiap kali ada sholat jenazah apabila tidak ada Hudzaifah bin Yaman di dalamnya maka Umar juga tidak akan ikut menyolati karepa dapat dipastikan orang yan meninggal tersebut munafik.
-(Sungguh luar biasa kan akhlak Rasul dan para sahabat beliau. Lihat lah Umar meskipun ia seorang pemimpin namun ia selalu mengingatkan kan pentingnya menyibukkan diri dengan intropeksi diri daripada menilai orang lain dan tentu saja beliau sendiri sangat rajin intropeksi diri sendiri. Bahkan sekaliber bilau saja masih ragu apakah termasuk orang munafik atau bukan. Lah sedangkan kita seorang hamba yang bahkan ibadah dan amalnya tentu saja tak sebaik sahabat Umar apakah pernah khawatir atau mungkin sekedar kepikiran tentang hal ini?)-
Wallahu a'lam bi shawwab
Posting Komentar