Menjadi peserta pembinaan Rumah
Kepemimpinan memang tidak pernah mudah dan ringan. Tugas ini-itu, deadline
ini-itu, kegiatan, rapat, agenda wajib dan segudang amanah mengantri untuk
diselesaikan tentunya dengan sempurna dan sesuai rencana. Selain itu,
nilai-nilai Rumah Kepemimpinan juga harus telah tertanam dalam semester pertama
ini agar dapat lolos evaluasi semester pertama dan melanjutkan mengikuti
gemblengan 3 semester selanjutnya. Bulan September ini didahului oleh
sebuah agenda dadakan dari mantan manajer Regional 4 Surabaya yakni mas Wawan
yang kini sedang menjadi HR sebuah perusahaan di Jawa Timur. Dalam acara
singkat ini mas Wawan mengingatkan kami tentang pentingnya nilai bagi kehidupan
kita dan penerapannya pada organisasi raksasa bernama Rumah Kepemimpinan. Beliau memulai pembahasan dengan sebuah
pernyataan “Para pendaftar yang tidak lolos seleksi Rumah Kepemimpinan bukan
berarti kualitas mereka kurang bagus atau kurang kompetensi. Akan tetapi
nilai-nilai yang dianut oleh Rumah Kepemimpinan berbeda dengan nilai-nilai yang
mereka pegang. Begitu juga kalian yang lolos seleksi, hal itu berarti kalian
memiliki kesamaan nilai dengan Rumah Kepemimpinan”. Nilai sungguhlah penting bagi kita dalam
menjalani kehidupan ini. Kita melihat sesuatu sesuai dengan nilai atau prinsip
yang kita pegang. Nilai adalah kacamata yang kita pakai dalam mengarungi arus
kehidupan. Namun, menanamkan dan memperkuat suatu nilai dalam diri seorang
individu bukanlah pekerjaan yang mudah. Butuh bertahun-tahun dan konsistensi
dalam proses penanamannya. Oleh karenanya, para peserta pembinaan selalu
digembleng dan dibina agar nilai-nilai Rumah Kepemimpinan bisa tertancap kuat
pada setiap diri alumninya. Pada pertengahan sesi dengan mas Wawan
ada sebuah pernyataan yang menjadi favoritku yang berbunyi “Ketika orang marah
kepada kita belum tentu orang tersebut tidak menyukai kita melainkan mungkin
ada nilai-nilai dia yang tanpa sadar kita usik.” Sebagai contoh ada seorang
yang memiliki nilai ketepatan waktu dan kita melanggarnya maka barang tentu
orang tersebut terusik dan menjadi marah kepada kita. Kegiatan selanjutnya adalah Sharing
Alumni dengan mas Mamenk yang sekarang sedang melanjutkan studinya di Kota
Aberdeen. Mas Mamenk ini menurutku cukup unik. Beliau adalah mahasiswa S1
Teknik Kelautan ITS 2007 dan semasa kuliah, kuliah mas Mamenk adalah di Sekretariat
BEM dan mempunyai kegiatan tambahan di ruang perkuliahan. Hal ini dikarenakan
saking aktifnya di dunia organisasi. Bahkan mas Mamenk ini adalah Pimpinan
Sidang Musyawarah Besar IV ITS yang merupakan puncak paling tinggi dari susunan
Keluarga Mahasiswa ITS. Selepas lulus S1 mas Mamenk memutuskan
untuk mengikuti mimpinya untuk menjadi seorang wirausahawan. Hampir semua jenis
usaha sudah dicicipi. Mulai dari jualan burung, jualan hewan langka, jualan
nasi dan sebagainya. Bahkan, ketika sedang studi S2 mas Mamenk masih mencuci piring
karena usaha yang dirintisnya masih belum berhasil. Kejadian bertukar-tukar
dagangan dan hidup pas-pasan terus berulang dalam masa-masa perjuangan mas
Mamenk sampai akhirnya Ibunya buka suara jika sebenarnya dari dulu ibunya
sangat ingin anaknya untuk menjadi seorang dosen. Mendengar hal ini mas Mamenk
akhirnya segera memutar kemudi dan menjadi dosen Teknik Kelautan di sebuah PTN
di Surabaya. Di titik ini mas Mamenk mengingatkan
kami bahwa apa pun cita-cita kita seyogyanya dikomunikasikan dengan orang tua
khususnya ibu kita agar kita tahu apa sih yang sebenarnya ibu kita harapkan.
Karena dengan adanya komunikasi yang baik maka kita akan lebih mudah
menjalaninya karena kita sudah mengantongi senjata paling pamungkas sejagat,
yakni rida Ibu yang notabene juga rida Allah SWT. Siapakah yang bisa
menghalangi jika Pencipta alam semesta sudah meridai ? Keesokan paginya, kami mendapat Sharing
Alumni kembali dengan pembicara yang berbeda. Kali ini dibawakan oleh mas
hafizh yakni seorang manajer di BukaLapak dan juga alumni Rumah Kepemimpinan
regional 3 Yogyakarta angkatan 6. Dalam sesi ini, mas hafizh bercerita tentang
pengalaman hidupnya semenjak SMA. Ketika SMA, mas hafizh memilih pilihan yang
jarang dipilih oleh tema-temannya yakni memilih jurusan IPS yang pada waktu itu
menjadi jurusan nomor dua setelah IPA. Meskipun para guru mendesaknya untuk
masuk ke jurusan IPA namun mas hafizh tetap teguh dengan pendiriannya karena ia
merasa cocok di IPS. Selepas SMA, mas Hafizh menlanjutkan
studi di manajemen UGM dan juga mendirikan youth Finance Indonesia yakni sebuah
NGO yang bergerak dalam bidang Finansial Lieracy. Baliau juga sempat bekerja di
Bank Indonesia namun kemudian resign dan berubah haluan di BukaLapak. Di
sinilah beliau menemukan tempat yang nyaman dan ingin terus berkarya. Pada
akhir sesi, mas Hafizh mengajak kami untuk merenungi apa makna hidup
sesungguhnya dan bagaimana cara mendapatkannya. Kegiatan kami selanjutnya adalah
khataman Al-Qur’an dan muhasabah diri dalam rangka menyambut tahun baru Islam
1440 Hijriah. Acara ini diinisiasi oleh Kementerian Keagamaan agar momen tahun
baru ini bisa dijadikan batu pijakan menuju perubahan diri yang semakin lebih
baik lagi. Rangkaian acara pada bulan September ini
masih berlanjut dengan bedah buku “Aktivis Bingung Eksis” yang merupakan
kolaborasi antara Rumah Kepemimpinan Surabaya dengan penerbit Pustaka SAGA.
Acara ini terbuka untuk umum dan digelar di Aula Rumah Kepemimpinan Surabaya.
Dalam acara ini, dihadirkan tiga narasumber yaitu mas Haekal Akbar yang sednag
menjabat sebagai Presiden BEM ITS 2018, mas Gading Aurizki selaku redaktur di
Pustaka SAGA dan yang terkahir adalah Ustadz Yusuf Maulana yang tidak lain
adalah penulis dari buku “Aktivis Bingung Eksis”. Acara dimulai dengan pemaparan kondisi
gerakan mahasiswa masa kini oleh mas Haekal sebagai representasi aktivis
mahasiswa masa kini. Menurut mas Haekal karakter mahasiswa zaman sekarang dan
dahulu bisa dibilang berbeda. Kemudian kurikulum yang diterapkan juga berbeda
seperti masa studi yang maksimal 7 tahun untuk jenjang s1 sedikit banyak sangat
mempengaruhi karakter mahasiswa. Jika, zaman dahulu para mahasiswa bisa turun
ke jalan setiap hari itu dikarenakan tidak ada batasan tahun belajar seperti
kurikulum saat ini. Pandangan mayoritas masyarakat tentang lulus telat
merupakan sebuah aib juga turut
mempengaruhi psikis mahasiswa dalam memandang pergerakan dengan cara
turun-turun ke jalan. Jadi, pergerakan yang layaknya masa orde baru akan semakin
sulit dilakukan pada masa sekarang dan diperlukannya inovasi-inovasi jenis
pergerakan yang selaras dengan kondisi zaman masa kini. Pemaparan dari mas Haekal dilanjutkan
oleh mas Gading dengan memberikan ulasan singkat tapi menyeluruh tentang buku
“Aktivis Bingung Eksis”. Mas gading menjelaskan dari sudut pandang mana buku
ini ditulis, contoh-contoh pergerakan mahasiswa yang selaman ini telah
dilakukan dan bagaimana pola dari pergerakan itu yang mana pada akhirnya di
dapat kesimpulan bahwa model pergerakan mahasiswa dari satu dengan lainnya
tidaklah jauh berbeda atau bisa dikatakan mirip satau dengan lainnya. Terakhir, diskusi dilanjutkan oleh
Ustadz Yusuf sebagai penulis dari buku yang sedang kami bedah ini. Karena mas
Gading telah mengulas isi buku dengan baik, maka Ustadz Yusuf tidak banyak
membahas tentang isi buku melainkan lebih ke bagaimana sejarah pergarakan
mahasiswa dari zaman penjajahan hingga sekarang. Bagaimana orang-orang hebat
terdahulu tidak terbebani oleh prestasi gemilang para pendahulunya layaknya
seorang bung Hatta yang tidak terbebani prestasi Pangeran Diponegoro. Hal ini
berbeda dengan zaman sekarang yang mana mahasiswa terbebani dengan prestasi
para negarawan zaman Hatta dan menjelang reformasi. Selain itu, Ustadz Yusuf
juga turut menjawab kebutuhan yang sebelumnya dikemukakan oleh mas Haekal yakni
butuhnya inovasi dalam pergerakan mahasiswa agar substansi tetap terjaga namun
juga tetap relevan dengan keadaan psikis mahasiswa dan masyarakat saat ini.
Ustadz Yusuf menyarankan empat bentuk gerakan yang bisa digunakan untuk
melanjutkan substansi pergerakan mahasiswa dan tetap relevan dengan masa kini.
Keempat bentuk gerakan itu adalah gerakan intelektual, kedaerahan, komunitas
dan keprofesian.Agenda kami selanjutnya adalah Leaders and Leadership yang dibawakan
langsung oleh bang Bachtiar Firdaus selaku Direktur Rumah Kepemimpinan. Dalam
agenda ini kami benar-benar ditegur keras agar benar-benar menjadi pemimpin
sejati yang berlandaskan tauhid dan meneladani nabi Muhammd SAW. Satu sikap
yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin adalah suka membaca. Karena jika seorang pemimpin sedikit membaca maka
dia akan mempunyai sedikit referensi dan pola pikirnya akan sempit. Beliau juga
mengingatkan kami sebagai peserta Rumah Kepemimpinan haruslah menjadi seorang
muslim produktif, aktivis pergerakan, mahasiswa berprestasi dan menjunjung
tinggi kebersamaan dan kekeluargaan. Bang Bachtiar juga menyampaikan tentang
pentingnya kemampuan untuk mengelola perubahan karena perubahan adalah sebuah
keniscayaan. Tugas kita adalah mengubah diri sendiri kemudian lingkungan
sekitar demi terwujudnya keadaan yang lebih baik.
Kegiatan eventual yang terakhir kali dilaksanakan
sejauh tulisan ini dibuat adalah Kajian Islam Kontemporer bersama Pendiri Rumah
Kepemimpinan yakni Ustadz Drs. H. Musholli. Dalam kajian islam kontemporer ini
kami dijelaskan tentang makna takwa yang sebenarnya. Tidak hanya dalam tataran
kognitif layaknya di kutbah-kutbah Jumat, tidak juga hanya sampai tingkatan
afektif seperti pada muhasabah diri, akan tetapi hingga bagaimana implementasi
ketakwaan itu dalam kehidupan sehari-hari yang dalam hal ini dibagi menjadi
tiga sektor yakni publik sektor, private sektor dan sektor ketiga. Selin itu
kami juga benar-benar diberi penjelasan, contoh dan langkah-langkah tentang
menjadi seorang muslim yang moderat, obyektif dan open-minded langsung
oleh pendiri Rumah Kepemimpinan. Bahkan saking serunya, jadwal sesi kedua yang
seharusnya jam 05.00 hingga 07.00 kami tabrak hingga pukul 08.30. Semoga apa
yang disampaikan para pemateri-pemateri hebat di atas bisa kami implementasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Amin.
Posting Komentar