RK STORY September 2018 – Persiapkan Taringmu!

Menjadi peserta pembinaan Rumah Kepemimpinan memang tidak pernah mudah dan ringan. Tugas ini-itu, deadline ini-itu, kegiatan, rapat, agenda wajib dan segudang amanah mengantri untuk diselesaikan tentunya dengan sempurna dan sesuai rencana. Selain itu, nilai-nilai Rumah Kepemimpinan juga harus telah tertanam dalam semester pertama ini agar dapat lolos evaluasi semester pertama dan melanjutkan mengikuti gemblengan 3 semester selanjutnya. Bulan September ini didahului oleh sebuah agenda dadakan dari mantan manajer Regional 4 Surabaya yakni mas Wawan yang kini sedang menjadi HR sebuah perusahaan di Jawa Timur. Dalam acara singkat ini mas Wawan mengingatkan kami tentang pentingnya nilai bagi kehidupan kita dan penerapannya pada organisasi raksasa bernama Rumah Kepemimpinan. Beliau memulai pembahasan dengan sebuah pernyataan “Para pendaftar yang tidak lolos seleksi Rumah Kepemimpinan bukan berarti kualitas mereka kurang bagus atau kurang kompetensi. Akan tetapi nilai-nilai yang dianut oleh Rumah Kepemimpinan berbeda dengan nilai-nilai yang mereka pegang. Begitu juga kalian yang lolos seleksi, hal itu berarti kalian memiliki kesamaan nilai dengan Rumah Kepemimpinan”. Nilai sungguhlah penting bagi kita dalam menjalani kehidupan ini. Kita melihat sesuatu sesuai dengan nilai atau prinsip yang kita pegang. Nilai adalah kacamata yang kita pakai dalam mengarungi arus kehidupan. Namun, menanamkan dan memperkuat suatu nilai dalam diri seorang individu bukanlah pekerjaan yang mudah. Butuh bertahun-tahun dan konsistensi dalam proses penanamannya. Oleh karenanya, para peserta pembinaan selalu digembleng dan dibina agar nilai-nilai Rumah Kepemimpinan bisa tertancap kuat pada setiap diri alumninya. Pada pertengahan sesi dengan mas Wawan ada sebuah pernyataan yang menjadi favoritku yang berbunyi “Ketika orang marah kepada kita belum tentu orang tersebut tidak menyukai kita melainkan mungkin ada nilai-nilai dia yang tanpa sadar kita usik.” Sebagai contoh ada seorang yang memiliki nilai ketepatan waktu dan kita melanggarnya maka barang tentu orang tersebut terusik dan menjadi marah kepada kita. Kegiatan selanjutnya adalah Sharing Alumni dengan mas Mamenk yang sekarang sedang melanjutkan studinya di Kota Aberdeen. Mas Mamenk ini menurutku cukup unik. Beliau adalah mahasiswa S1 Teknik Kelautan ITS 2007 dan semasa kuliah, kuliah mas Mamenk adalah di Sekretariat BEM dan mempunyai kegiatan tambahan di ruang perkuliahan. Hal ini dikarenakan saking aktifnya di dunia organisasi. Bahkan mas Mamenk ini adalah Pimpinan Sidang Musyawarah Besar IV ITS yang merupakan puncak paling tinggi dari susunan Keluarga Mahasiswa ITS. Selepas lulus S1 mas Mamenk memutuskan untuk mengikuti mimpinya untuk menjadi seorang wirausahawan. Hampir semua jenis usaha sudah dicicipi. Mulai dari jualan burung, jualan hewan langka, jualan nasi dan sebagainya. Bahkan, ketika sedang studi S2 mas Mamenk masih mencuci piring karena usaha yang dirintisnya masih belum berhasil. Kejadian bertukar-tukar dagangan dan hidup pas-pasan terus berulang dalam masa-masa perjuangan mas Mamenk sampai akhirnya Ibunya buka suara jika sebenarnya dari dulu ibunya sangat ingin anaknya untuk menjadi seorang dosen. Mendengar hal ini mas Mamenk akhirnya segera memutar kemudi dan menjadi dosen Teknik Kelautan di sebuah PTN di Surabaya. Di titik ini mas Mamenk mengingatkan kami bahwa apa pun cita-cita kita seyogyanya dikomunikasikan dengan orang tua khususnya ibu kita agar kita tahu apa sih yang sebenarnya ibu kita harapkan. Karena dengan adanya komunikasi yang baik maka kita akan lebih mudah menjalaninya karena kita sudah mengantongi senjata paling pamungkas sejagat, yakni rida Ibu yang notabene juga rida Allah SWT. Siapakah yang bisa menghalangi jika Pencipta alam semesta sudah meridai ? Keesokan paginya, kami mendapat Sharing Alumni kembali dengan pembicara yang berbeda. Kali ini dibawakan oleh mas hafizh yakni seorang manajer di BukaLapak dan juga alumni Rumah Kepemimpinan regional 3 Yogyakarta angkatan 6. Dalam sesi ini, mas hafizh bercerita tentang pengalaman hidupnya semenjak SMA. Ketika SMA, mas hafizh memilih pilihan yang jarang dipilih oleh tema-temannya yakni memilih jurusan IPS yang pada waktu itu menjadi jurusan nomor dua setelah IPA. Meskipun para guru mendesaknya untuk masuk ke jurusan IPA namun mas hafizh tetap teguh dengan pendiriannya karena ia merasa cocok di IPS. Selepas SMA, mas Hafizh menlanjutkan studi di manajemen UGM dan juga mendirikan youth Finance Indonesia yakni sebuah NGO yang bergerak dalam bidang Finansial Lieracy. Baliau juga sempat bekerja di Bank Indonesia namun kemudian resign dan berubah haluan di BukaLapak. Di sinilah beliau menemukan tempat yang nyaman dan ingin terus berkarya. Pada akhir sesi, mas Hafizh mengajak kami untuk merenungi apa makna hidup sesungguhnya dan bagaimana cara mendapatkannya. Kegiatan kami selanjutnya adalah khataman Al-Qur’an dan muhasabah diri dalam rangka menyambut tahun baru Islam 1440 Hijriah. Acara ini diinisiasi oleh Kementerian Keagamaan agar momen tahun baru ini bisa dijadikan batu pijakan menuju perubahan diri yang semakin lebih baik lagi. Rangkaian acara pada bulan September ini masih berlanjut dengan bedah buku “Aktivis Bingung Eksis” yang merupakan kolaborasi antara Rumah Kepemimpinan Surabaya dengan penerbit Pustaka SAGA. Acara ini terbuka untuk umum dan digelar di Aula Rumah Kepemimpinan Surabaya. Dalam acara ini, dihadirkan tiga narasumber yaitu mas Haekal Akbar yang sednag menjabat sebagai Presiden BEM ITS 2018, mas Gading Aurizki selaku redaktur di Pustaka SAGA dan yang terkahir adalah Ustadz Yusuf Maulana yang tidak lain adalah penulis dari buku “Aktivis Bingung Eksis”. Acara dimulai dengan pemaparan kondisi gerakan mahasiswa masa kini oleh mas Haekal sebagai representasi aktivis mahasiswa masa kini. Menurut mas Haekal karakter mahasiswa zaman sekarang dan dahulu bisa dibilang berbeda. Kemudian kurikulum yang diterapkan juga berbeda seperti masa studi yang maksimal 7 tahun untuk jenjang s1 sedikit banyak sangat mempengaruhi karakter mahasiswa. Jika, zaman dahulu para mahasiswa bisa turun ke jalan setiap hari itu dikarenakan tidak ada batasan tahun belajar seperti kurikulum saat ini. Pandangan mayoritas masyarakat tentang lulus telat merupakan sebuah aib  juga turut mempengaruhi psikis mahasiswa dalam memandang pergerakan dengan cara turun-turun ke jalan. Jadi, pergerakan yang layaknya masa orde baru akan semakin sulit dilakukan pada masa sekarang dan diperlukannya inovasi-inovasi jenis pergerakan yang selaras dengan kondisi zaman masa kini. Pemaparan dari mas Haekal dilanjutkan oleh mas Gading dengan memberikan ulasan singkat tapi menyeluruh tentang buku “Aktivis Bingung Eksis”. Mas gading menjelaskan dari sudut pandang mana buku ini ditulis, contoh-contoh pergerakan mahasiswa yang selaman ini telah dilakukan dan bagaimana pola dari pergerakan itu yang mana pada akhirnya di dapat kesimpulan bahwa model pergerakan mahasiswa dari satu dengan lainnya tidaklah jauh berbeda atau bisa dikatakan mirip satau dengan lainnya. Terakhir, diskusi dilanjutkan oleh Ustadz Yusuf sebagai penulis dari buku yang sedang kami bedah ini. Karena mas Gading telah mengulas isi buku dengan baik, maka Ustadz Yusuf tidak banyak membahas tentang isi buku melainkan lebih ke bagaimana sejarah pergarakan mahasiswa dari zaman penjajahan hingga sekarang. Bagaimana orang-orang hebat terdahulu tidak terbebani oleh prestasi gemilang para pendahulunya layaknya seorang bung Hatta yang tidak terbebani prestasi Pangeran Diponegoro. Hal ini berbeda dengan zaman sekarang yang mana mahasiswa terbebani dengan prestasi para negarawan zaman Hatta dan menjelang reformasi. Selain itu, Ustadz Yusuf juga turut menjawab kebutuhan yang sebelumnya dikemukakan oleh mas Haekal yakni butuhnya inovasi dalam pergerakan mahasiswa agar substansi tetap terjaga namun juga tetap relevan dengan keadaan psikis mahasiswa dan masyarakat saat ini. Ustadz Yusuf menyarankan empat bentuk gerakan yang bisa digunakan untuk melanjutkan substansi pergerakan mahasiswa dan tetap relevan dengan masa kini. Keempat bentuk gerakan itu adalah gerakan intelektual, kedaerahan, komunitas dan keprofesian.Agenda kami selanjutnya adalah Leaders and Leadership yang dibawakan langsung oleh bang Bachtiar Firdaus selaku Direktur Rumah Kepemimpinan. Dalam agenda ini kami benar-benar ditegur keras agar benar-benar menjadi pemimpin sejati yang berlandaskan tauhid dan meneladani nabi Muhammd SAW. Satu sikap yang harus dimiliki oleh  seorang pemimpin adalah suka membaca. Karena jika seorang pemimpin sedikit membaca maka dia akan mempunyai sedikit referensi dan pola pikirnya akan sempit. Beliau juga mengingatkan kami sebagai peserta Rumah Kepemimpinan haruslah menjadi seorang muslim produktif, aktivis pergerakan, mahasiswa berprestasi dan menjunjung tinggi kebersamaan dan kekeluargaan. Bang Bachtiar juga menyampaikan tentang pentingnya kemampuan untuk mengelola perubahan karena perubahan adalah sebuah keniscayaan. Tugas kita adalah mengubah diri sendiri kemudian lingkungan sekitar demi terwujudnya keadaan yang lebih baik.
 Kegiatan eventual yang terakhir kali dilaksanakan sejauh tulisan ini dibuat adalah Kajian Islam Kontemporer bersama Pendiri Rumah Kepemimpinan yakni Ustadz Drs. H. Musholli. Dalam kajian islam kontemporer ini kami dijelaskan tentang makna takwa yang sebenarnya. Tidak hanya dalam tataran kognitif layaknya di kutbah-kutbah Jumat, tidak juga hanya sampai tingkatan afektif seperti pada muhasabah diri, akan tetapi hingga bagaimana implementasi ketakwaan itu dalam kehidupan sehari-hari yang dalam hal ini dibagi menjadi tiga sektor yakni publik sektor, private sektor dan sektor ketiga. Selin itu kami juga benar-benar diberi penjelasan, contoh dan langkah-langkah tentang menjadi seorang muslim yang moderat, obyektif dan open-minded langsung oleh pendiri Rumah Kepemimpinan. Bahkan saking serunya, jadwal sesi kedua yang seharusnya jam 05.00 hingga 07.00 kami tabrak hingga pukul 08.30. Semoga apa yang disampaikan para pemateri-pemateri hebat di atas bisa kami implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Amin.

Posting Komentar

Start typing and press Enter to search